Saturday, November 29, 2014

Contoh kejahatan korporasi



Judul                            : Kejahatan Negara dan Korporasi (Freeport) atas Rakyat Papua
Pihak yang dirugikan    : Masyarajat Papua
Contoh                        : Kejahatan Korporasi Ekonomi dan Politik
Kasus                          :
Praktek kejahatan yang terjadi di Papua selama berpuluh-puluh tahun ini merupakan perbuatan dehumanize karena telah menghancurkan banyak hal seperti lingkungan, kultur, tata social system nilai, dan lain-lain. Praktek kejahatan ini terlihat “dilegalkan” oleh negara dengan menempatkan sekelompok rakyat Papua sebagai musuh – karena telah melakukan gerakan separatis yang bisa mengancam keutuhan NKRI.
Dalam diskusi tentang Freeport dan Papua di YLBHI (9/11) yang dimotori oleh Partai Pembebasan Rakyat, seorang putra Papua memberikan deskripsi yang cukup panjang tentang praktek kejahatan tersebut. Dia menceritakan bagimana kejahatan aparat keamanan (bayaran) terhadap rakyat Papua, bagaimana cara Freeport dalam mengamankan proses modalnya,  bagaimana kondisi kehidupan riil rakyat Papua dari dulu hingga hari ini, dan lain-lain.
Penuturan putra Papua di atas adalah sebuah ironi untuk negeri ini, untuk kita semua.  Rakyat Papua, sang pewaris tanah Papua yang kaya dengan tambang itu, tidak pernah mendapatkan apa-apa kecuali debu, limbah, kerusakan kosmik, diskriminasi rasial, dan lain-lain. Tetapi, kemudian, apa jawaban negara ketika akumulasi kejahatan tersebut diungkap oleh rakyat Papua dengan membentuk front politik sebagai upaya untuk mempertanyakan identitas mereka dan hak-haknya? Negara menjawabnya dengan tembakan dan penangkapan, pengerusakan harga diri, penciptaan ilusi mengenai gerakan separatis, pelecehan rasial, dan lain sebagainya.
Kejahatan korporasi dan negara terhadap rakyat Papua dipraktekkan dalam bentuk kejahatan ekonomi dan politik. Kejahatan ekonomi bisa dilihat dari eksplorasi dan eksploitasi atas sumber daya alam dengan rakus, eksploitasi terhadap buruh dengan terang-terangan, perampokan atas aset rakyat Papua secara besar-besaran, kejahatan politik yakni seperti pembungkaman suara rakyat Papua untuk menuntut hak-haknya, untuk berkumpul dan berorganisasi, dan lain-lain. Tidak hanya itu, setiap gerakan perlawanan yang terkait dengan Freeport (aset kapitalis dan birokrasi korup Indonesia) akan segera diberi cap separatis atau makar terhadap negara.  Akhirnya, isu mengenai Papua secara keseluruhan telah berhasil ditarik ke Freeport, bahkan indikator mengenai keamanan di Papua juga dipahami dari Freeport, jika di Freeport tidak ada persoalan, maka keseluruhan tanah Papua juga dianggap tidak ada persoalan, dan sebaliknya.
Analisis                        :
Kasus Freeport diatas termasuk dalam kejahatan korporasi dalam bidang ekonomi dan politik yang merugikan rakyat Papua. Dari segi ekonomi Freeport melakukan praktek kejahatan korporasi dengan cara mengeksplorasi, mengeksploitasi secara berlebihan sumber daya alam dan buruh di Papua, dan merampok asset rakyat Papua secara besar-besaran. Dari segi politik kejahatan korporasi yang terjadi yakni pembungkaman suara rakyat Papua untuk menuntut hak-hak mereka untuk berkumpul dan berorganisasi, dan setiap gerakan perlawanan yang dilakukan rakyat Papua terhadap Freeport dianggap sebagai separatis terhadap Negara. Dampak yang timbul akibatan kejahatan-kejahatan korporasi tersebut adalah terjadinya konflik sosial. Rakyat Papua merasa kekayaan alam di tanah mereka telah dirampas, bahkan yang dulunya kekayaan tersebut milik bersama sekarang menjadi milik investor asing dan birokrasi korup Indonesia. Ini merupakan praktek Kapitalis. Munculnya kepemilikan pribadi atas asset vital di tanah Papua telah menciptakan kelas-kelas social baru yaitu Pemilik Modal dalam hal ini adalah Freeport dan birokrasi korup Indonesia, dan Buruh dalam hal ini adalah pekerja Freeport dan rakyat Papua. Penilaian dari tindakan ekploitasi ini dapat dilihat dari perbandingan upah yang diterima buruh dengan keuntungan yang diperoleh Freeport.
Freeport, sebagai korporasi besar internasional, telah menggunakan kekuatannya untuk mempengaruhi negara agar mendukung praktek eksploitasinya di tanah Papua. Untuk menegakkan hak-hak properti dan kontrak yang tidak adil antara kapitalis dan buruh mereka menggunakan kekuatan bersenjata. Cara lainnya dengan menggunakan tangan kedua yaitu tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, para politisi lokal dan nasional dengan melalui media-media (lokal maupun nasional), melalui para intelektual, para ahli hukum, dan lain sebagainya untuk membenarkan dan merasionalisasi tatanan sosial dan ekonomi yang sedang berlangsung. Singkatnya, struktur ekonomi yang diciptakan oleh Freeport di tanah Papua telah membentuk suprastruktur politik yang berpihak kepadanya. Struktur ekonomi kapitalis ini akhirnya juga membentuk kesadaran kelas di tingkat buruh dan masayarakat, kesadaran identitas, kesadaran politik dan kesadaran untuk bergerak secara massif di atas kepentingan bersama.
Perlawanan buruh Freeport terhadap korporasinya, dan rakyat Papua (dengan front politiknya, Papua Merdeka) terhadap pemerintah Indonesia telah mengambil bentuk perjuangan kelas. Isu perlawanan buruh Freeport tidak boleh berhenti pada isu ekonomi normatif semata, tetapi harus berlanjut menuju isu-isu politik yakni hak kemerdekaan dan pengambilalihan pabrik oleh buruh sebagai wujud nyata merebut kembali kekayaan tanah papua ke tangan rakyat pekerja Papua. Gerakan Papua Merdeka juga didorong ke arah perjuangan kelas, mendukung kelas buruh mengambil alih kekuasaan ekonomi dan politik di Papua. Gerakan Papua Merdeka harus hati-hati dengan munculnya jalan semu yang ditawarkan oleh para elit politik borjuasi Papua yang bertujuan ingin menyabotase perjuangan rakyat Papua demi kepentingan kelas mereka. Garis kelas harus ditarik sedini mungkin di dalam gerakan perjuangan rakyat Papua untuk menuntut kemerdekaannya. Rakyat pekerja Papua harus mandiri secara organisasi, politik, dan ideologi.
Referensi  : http://militanindonesia.org/analisa-politik/8236-kejahatan-negara-dan-korporasi-freeport-atas-rakyat-papua.html

Saturday, November 15, 2014

Contoh kasus pelanggaran etika bisnis



Judul : Telkomsel Diduga Lakukan Manipulasi dalam Iklan Talkmania

Pihak yang dirugikan : Pengguna Kartu Telkomsel

Contoh : Pelanggaran kode etik dalam berbisnis

Kasus :
Pada tanggal 3 Februari 2009, Telkomsel diduga memanipulasi program “Talkmania” dengan tetap  menarik pulsa pelanggan namun program tersebut tidak diberikan. Salah seorang warga Medan, Mulyadi (37) di Medan, mengatakan, dalam iklannya, Telkomsel menjanjikan gratis menelepon ke sesama produk operator selular itu selama 5.400 detik (90 menit –red). Untuk mendapatkan layanan itu, pulsa pelanggan akan dikurangi Rp3 ribu setelah mendaftar melalui SMS “TM ON” yang dikirim ke nomor 8999 terlebih dulu namun, pelanggan sering merasa kecewa karena layanan itu selalu gagal dan hanya dijawab dengan pernyataan maaf disebabkan sistem di operator selular tersebut sedang sibuk dan disuruh untuk mencoba kembali. Tapi pulsa pelanggan sudah terpotong, dan ketika dicoba terus menerus hasilnya tetap juga gagal, sedangkan pulsa terus terpotong, katanya.
Warga Kota Medan yang lain, Ulung (34) mengatakan, penggunaan layanan Talkmania yang diiklankan Telkomsel itu seperti berjudi, kadang berhasil, kadang gagal, namun pulsa tetap ditarik. Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, SH, MHum mengatakan, layanan iklan Telkomsel itu dapat dianggap manipulasi karena terjadinya “misleading” atau perbedaan antara realisasi dengan janji. Pihaknya siap memfasilitasi dan melakukan pendampingan jika ada warga yang merasa dirugikan dan akan menggugat permasalahan itu secara hukum. Farid mengatakan, secara sekilas permasalahan itu terlihat ringan karena hanya mengurangi pulsa telepon selular masyarakat sebesar Rp3 ribu namun jika kejadian itu dialami satu juta warga saja dari sekian puluh juta pelanggan Telkomsel, maka terdapat dana Rp3 miliar yang didapatkan operator selular itu dari praktik manipulasi iklan tersebut.
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) harus turun tangan dalam menangani hal itu agar masyarakat tidak terus dirugikan. Apabila ditemukan bukti adanya praktik manipulasi itu, diharapkan Depkominfo dan BRTI memberikan sanksi yang tegas agar perbuatan itu tidak terulang kembali. Menurutnya, semua peristiwa itu terjadi karena iklan operator selular selama ini sering menjebak, saling menjatuhkan dan tidak memiliki aturan yang jelas. Humas Telkomsel Medan, Weni yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap nomor pelanggan yang merasa dirugikan dalam layanan Talkmania tersebut. Ia mengatakan bahwa Telkomsel telah merefine atau mengembalikan pulsa ke nomor-nomor (handphone) yang gagal tersebut.



Analisa :
Kasus Telkomsel diatas termasuk dalam kecurangan atau pelanggaran kode etik dalam berbisnis yang berupa ingkar janji. Pihak Telkomsel ingkar janji dengan dengan pelanggan Telkomsel dengan memotong pulsa pelanggan tetapi tidak memberi fasilitas yang seharusnya didapat oleh si pelanggan. Kasus ini bisa dikatakan korupsi. Hal ini berhubungan dengan etika bisnis, jika pebisnis melakukan bisnisnya dengan jujur bisnis yang dijalankan akan terus berjalan dengan baik, sedangkan jika berlaku curang bisnis akan mudah jatuh. Seperti halnya Telkomsel ini, jika Telkomsel terus-terus berlaku curang secara perlahan pelanggan akan berlari ke operator lain, dan tidak dapat menambah pemasukan Telkomsel sehinnga akan bangkrut. Jika dibiarkan terus-menerus ini akan menjadi budaya kecurangan yang artinya dianggap biasa dilakukan dan akan terus melebar. Bisa saja terjadi kecurangan-kecurangan lain di promo Telkomsel yang lainnya. Apabila kecurangan ini tidak diadili dengan hukum atau tidak ditindaklanjuti, maka tidak akan memberikan dampak jera kepada Telkomsel. Seperti pernyataan diatas tadi bahwa tindakan ini bisa membuat kehilangan pelanggan Telkomsel dan dikhawatirkan akan ditiru oleh operator-operatir yang lainnya. Jaid hal ini termasuk kecurangan serius yang benar-benar harus ditindaklanjuti.